Evaluasi Pengendalian Kualitas Pada Bagian Produksi

Evaluasi Pengendalian Kualitas Pada Bagian Produksi
Oleh Khoirul Anam
Abstrak
Perusahaan manufactur merupakan perushaan yang mengolah bahan menjadi barang jadi. Untuk menghasilkan barang perushaan harus menentukan standar kualitas yang seharusnya sudah ditentukan. Hal ini perlu dilakukan agar barnag yang dihasilkan tersebut sesuai dengan keinginan konsumen dan barang yang dihasilkan konsisten dalam kualitas yang yang ditentukan. Hal itu bisa dilakukan jika perusahaan selalu melakukan evaluasi kegiatan produksinya sehingga setiap ada kerusakan dicari penyababnya kemudian dilakukan perbaikan, selain itu juga dievaluasi tingkat komitmen karyawan khususnya karyawan dibagain produksi baik mulai dari manejer, pengawas maupun juga pelaksana.
Kata Kunci : Kualitas, komitmen karyawan, evaluasi

A. Pendahuluan
Setiap perusahaan atau organisasi baik yang berorintasi pada profit maupun tidak seharusnya malakukan kegiatan evaluasi. Hal ini perlu dilakukan agar supaya dapat mengetahui setiap rencana atau target yang telah ditantukan oleh perusahaan tersebut bisa berjalan atau tidak. Jika tidak dapat dicari penyebabnya dan dapat digunakan sebagai dasar untuk membuat rencana ke depan.
Evaluasi dapat dilakukan jika perusahaan tersebut punya rencana yang telah ditentukan sebelum menjalankan kegiatan. Sehingga rencana merupakan sesuatu yang harus dibuat karena dengan rencana tersebut arah tujuan yang akan dicapai sudah jelas dan bagi setiap bagian atau semua orang dalam perusahaan akan tahu apa yang harus dilakukan/dikerjakan.
Kegiatan dalam dunia bisnis tidak mungkin tanpa adanya persaingan kecuali perusahaan monopoli, untuk itu perusahaan akan selalu berusaha untuk menghadapi persaingan dengan berbagi upaya agar perusahaan dapat unggul atau paling tidak mempertahankan posisi perusahaan dalam persaingan. Untuk menghadapi salah satunya adalah kualitas. Kualitas ini bisa berupa kualitas dari sisi produk yang dihasilkan maupun kualitas pelayanan yang diberikan kepada konsumen. Jika perusahaan dapat memberikan kualiatas pelayanan yang semakin baik itu akan memberikan dampak yang positip. Namun demikian kualitas yang akan diberikan kepada konsumen baik produk maupun layanan tersebut juga sudah bisa dipahami oleh para karyawan perusahaan dari tingkat manejer maupun karyawan paling rendah. Jika hal tersebut belum berarti kualitas yang akan diberikan kepada konsumen sulit untuk dicapai. Maka hal itu perlu dilakukan suatu penelitian atau pendapatan dari karyawan bagaimana persepsi mereka terhadap kualitas yang diharapkan oleh perusahaan sudah betul betul dimengerti oleh para karyawan.

B. Pengertian kualitas dan Dimensi kualitas
Pengertian kualitas mempunyai cakupan yang sangat luas, karena dari berbagai ahli memberikan difinisi dan membentuknya dalam dimensi yang berbeda. Menurut Spencer (1994) menjabarkan kualitas sebagai suatu yang memuaskan konsumen. Sehingga setiap upaya pengembangan kualitas harus dimulai dari pemahaman terhadap persepsi dan kebutuhan konsumen.
Menurut Feigenbaum (1991) memberikan difinisi kualitas produk dan jasa sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembikinan (manufaktur), dan pemeliharaan yang membuat produk dan jasa yang digunakan untuk memenuhi harapan konsumen (expectation of the customer). Lebih lanjut mengatakan maksud dari banyak pengukuran kualitas ini adalah untuk menentukan dan mengevaluasi hingga derajat atau tingkat mana produk dan jasa mendekati keseluruhan gabungan karakteristik ini. Karakteristik yang dimaksudkan adalah keterandalan (reliability), kemampulayanan (serviceability), dan kemudahan pemeliharaan.
Pendapat Garvin yang dikutip oleh Evans dan Lindsay (1996) menyatakan bahwa kualitas harus mengandung dimensi kinerja (performance), bentuk (feature), reliabelitas, kesesuaian, durabilitas, survisabilitas, estetika dan kualitas yang dipersepsikan (perceived quality). Demikian pula menurut Guetsh dan Davis yang dikutip oleh Tjiptono dan Anastasia (1998) kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Demikian pula dikatakan oleh Martinich (1997) memberikan pengertian demensi kualitas merupakan karakteristik kualitas type produk yang multi dimensional menyebabkan produk mampu memberi nilai dan kepuasan konsumen. Dikatakan oleh Vincent (1998) kualitas adalah sebagai konsistensi peningkatan atau perbaikan dan penurunan variasi karakteristik dari suatu produk (barang/ataujasa) yang dihasilkan, agar memenuhi kebutuhan yang telah dispesifikasikan, guna meningkatkan kepuasan internal maupun eksternal.
Perlu untuk diperhatikan bahwa kualitas tidak boleh dipandang sebagai suatu ukuran sempit yaitu kualitas produk semata-mata. Hal itu bisa dilihat dari beberapa pengertian tersebut di atas , dimana kualitas tidak hanya kualitas produk saja tetapi juga melibatkan seluruh aspek organisasi.
Dari beberapa pengertian kualitas tersebut dapat diartikan dari dua sudut pandang yaitu produksen dan konsumen. Kualitas menurut pandangan produsen adalah produk yang dihasilkan oleh perusahaan harus sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan oleh perusahaan. Namun demikian perusahaan dalam menentukan spesifikasi produk juga akan memperhatikan keinginan dari konsumen tanpa memperhatikan itu produk yang dihasilkan perusahaan tidak akan dapat bersaing dengan perusahaan yang memperhatikan kebutuhan konsumen. Sedangkan kualitas dari sudut pandang konsumen adalah jika produk yang dibeli tersebut sesuai dengan manfaat yang dibutuhkan dan juga pengorbanan yang dikeluarkan oleh perusahaan.
Dimensi kualitas juga merupakan sebagai pengukuran kualitas, pengukuran kualitas menurut Madu, Kue dan Jacob ( 1996) yaitu : kualitas produk (product quality), kepuasan karyawan (employee saticfaction) dan kualitas pelayanan karyawan (employee service quality). Dan juga menurut Schlesinger dan Heskett (1991) telah membuktikan bahwa nilai kualitas jasa dan biaya telah didorong oleh ingatan karyawan (employee retention), kepuasan para karyawan dan kualitas jasa internal mendorong usaha para karyawan untuk mendorong para konsumen. Oleh karena itu kepuasan konsumen bersumber dari kepuasan karyawan.
Dengan pengendalian kualitas perusahaan akan memberikan dua manfaat yaitu biaya produksi dan pendapatan. Manfaat dengan pengendalian produk tersebut akan dapat mengurangi atau menghilangkan tingkat kerusakan produk yang berarti dapat memberikan produk yang berkualitas kepada konsumen serta dapat meningkatkan effisien perusahaan dan hal itu akan dapat menentukan harga yang lebih bersaing.
Dengan demikian kualitas tersebut dapat diartikan tidak hanya menghasilkan produk yang berkualitas ( sesuai dengan spesifikasi) tetapi juga menyangkut pada pelayanan kepada konsumen, kepuasan karyawan dan juga kepuasan pada konsumen. Namun dalam penelitian yang dilakukan untuk ketiga variabel yang terakhir digunakan untuk menilai persepsi kelompok manajer dan tenaga operasional produksi.

C. Persepsi dan Komitmen Terhadap Kualitas.
Telah banyak dilakukan studi empiris dilakukan oleh peneliti yang berkaitan dengan kualitas. Seperti General Accounting Office (1991) melakukan penelitian tentang kualitas. Dalam hasil penelitian tersebut dikatakan bahwa perusahaan yang telah melakukan experiment quality management terhadap kinerja perusahaan, ternyata mampu menciptakan hubungan karyawan yang lebih baik, produktivitas tinggi, kepuasan konsumen yang lebih tinggi, meningkatkan market share dan meningkatkan profitabilitas.
Dimensi kualitas juga merupakan sebagai pengukuran kualitas, pengukuran kualitas menurut Madu, Kue dan Jacob ( 1996) yaitu : kualitas produk (product quality), kepuasan karyawan (employee saticfaction) dan kualitas pelayanan karyawan (employee service quality).
Penelitian yang dilakukan oleh Madu dan Kue (1995) dan dilakukan oleh Madu, Kue dan Jacob (1996) juga melakukan dengan topik yang sama yaitu menghubungkan antara kualitas dengan kinerja organisasi (organisational performance). Pada penelitian ke dua yang dilakukan Madu et al pengaruh dimensi kualitas terhadap kinerja organisasional berdasarkan pada persepsi dari para midle manajer di industri manufaktur dan jasa. Dari hasil penelitian tersebut salah satu hasil penelitiannya bahwa pada indutri manufactur yang mempunyai departemen kualitas ada pengaruh signifikan antara dimensi kualitas dengan kinerja orgainsasional.
Pencapaian kualitas tidak hanya menjadi tanggungjawab pada satu bagian dari perusahaan atau manajer saja, tetapi merupakan tanggungjawab dari seluruh bagian yang ada dalam perusahaan. Semua bagian yang ada dalam perusahaan merupakan adanya saling keterkaitan dalam rangka menjapai suatu tujuan perusahaan salah satunya adalah kualitas. Seperti dikatakan oleh Eko dan BN Marbun (1993) usaha untuk meningkatkan mutu atau kualitas bukanlah merupakan beban kerja pada satu bagian saja melainkan, merupakan usaha terpadu dari setiap individu yang ikut terlibat mulai dari proses produksi sampai penyerahan produk. Sebagai hasil akhir diharapkan terwujudnya satu makna mutu yang berarti atau derajat kesesuaian kegunaan (fitness for use) atau tingkat kesesuaian terhadap harapan persyaratan pelanggan.
Untuk mencapai kualitas bukan hanya menjadi tanggung jawab dari orang-perorangan tetapi keikutsertaan, keterlibatan dan dukungan dari semua pihak yang turut berkepentingan untuk secara bersama-sama mengadakan peningkatan mutu hasil kerja bersama. Seperti dikatakan oleh Mulyadi (1998) Keterlibatan manajemen puncak sangat besar dan menentukan dalam menjadikan kualitas untuk menempatkan perusahaan pada posisi kompetitif. Oleh karena itu, kualitas produk menjadi tanggung jawab setiap orang di dalam organisasi sejak dari manajemen puncak sampai karyawan, dari fungsi produksi dan inspeksi sampai dengan fungsi-fungsi lain dalam organisasi perusahaan, bahkan meluas sampai organisasi pemasok dan mitra bisnis.
Dengan adanya persepsi yang sama terhadap kualitas tersebut akan dapat meningkatkan pencapai mutu. Hal ini menunjukkan bahwa setiap adanya pendidikan dan latihan karyawan terhadap kualitas telah mampu menciptakan persepsi yang sama terhadap kebijakan mutu.
Kalau mutu diletakkan pada tempat pertama, seluruh budaya organisasi akan mencerminkan pikiran terhadap mutu. Tetapi, agar perubahan itu terjadi, manajemen harus percaya dan secara efektif mengkomunikasikan fokus pada kepuasan pelanggan di seluruh organisasi (Brelin at.all, 1997)
Sikap kualitas karyawan pabrik terbentuk melalui proses pendidikan kualitas yang luas yang melibatkan bukan hanya kursus-kursus kendali mutu formal, tetapi lebih jauh lagi berbagai pengaruh mutu informal. Pengaruh ini adalah tindakan dan kelakukan yang terjadi sehari-hari sehubungan dengan pekerjaan dan mungkin adalah faktor-faktor yang sangat nyata dalam membentuk sikap individu (Feigenbaum, 1991).
Tingkat komitmen dari karyawan terhadap kualitas ini akan memberikan pengaruh juga terhadap pelaksanan strategi kualitas. Tingkat komitmen yang tinggi yang dimiliki oleh para karyawan dan manajer akan dapat mendukung strategi kualitas perusahaan.(Vincent, 1997).
Pengukuran komitmen tersebut menggunakan dua variabel yaitu perencanaan dan perbaikan secara kontinyu. Perencanaan tersebut meliputi Sasaran jangka pendek dan panjang, memprioritaskan aktivatas rutin dan penting, alokasi waktu pendidikan. Sedangkan perbaikan secara kontinyu meliputi meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan, mengurangi aktivitas yang tidak perlu, sasaran tepat waktu serta memperbaiki aktivitas secara terus menerus.
Dari penelitian tersebut diharapkan untuk dapat memberikan informasi kepada perusahaan dalam melakukan evaluasi perencanaan strategi peningkatan kualitas yang nantinya akan dapat digunakan untuk membuat perencanaan strategi pengendalian kualitas pada masa yang akan datang.

D. Pengendalian Kualitas Produk
Kualitas produk dapat diartikan menurut pandangan produsen adalah untuk memproduksi produk yang sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Produk yang berkualitas akan memberikan kepuasan bagi konsumen dan menghindari banyaknya keluhan para pelanggan setelah menggunakan produk yang dibelinya. Agar supaya produk yang dihasilkan tersebut mempunyai kualitas sesuai dengan harapan konsumen maka perusahaan harus melakukan pengendalian tehadap kualitas dan menghindari banyaknya produk yang cacat ikut terjual ke pasar.
Pengawasan kualitas tersebut perlu untuk dilakukan karena mempunyai beberapa alasan (Zulian, 1996) antara lain :
1. Untuk dapat menekan atau mengurangi volume kesalahan dan perbaikan.
2. Untuk menjaga atau menaikan kualitas sesuai standar.
3. Untuk mengurangi keluhan atau penolakan konsumen.
4. Memungkinkan pengkelasan output
5. Untuk mentaati peraturan.
6. Untuk menjaga atau menaikan company image
Untuk melakukan pengendalian kualitas produk, agar kerusakan produk yang dihasilkan bisa dikurangi maka perusahaan harus berusaha untuk melakukan perbaikan secara terus menerus. Statistik proses kontrol merupakan alat stastistik yang bisa digunakan untuk melakukan pengendalian kualitas sekaligus dapat mengetahui prioritas kerusakan yang paling besar. Jenis kerusakan yang paling besar tersebut harus dicari penyebab kerusakan kemudian dilakukan perbaikan agar kerusakan tersebut dapat dihindarkan atau dikurangi seminimal mungkin. Untuk melakukan pengendalian kualitas tersebut bisa dilakukan dengan menggunakan control chart dengan cara menentukan batas toleransi tingkat kerusakan yang diperbolehkan. Dengan control chart tersebut perusahaan dapat mengontrol kapan terjadinya kerusakan yang melebihi batas toleransi dan mencari penyebabnya dan juga dapat digunakan untuk melakukan perbaikan secara terus-menerus.
Menurut Vincent (1998) pengertian statistical proses control adalah sebagai suatu metodologi pengumpulan dan analisis data kualitas, serta penentuan dan interpretasi pengukuran-pengukuran yang menjelaskan tentang proses dalam suatu sistem industri, untuk meningkatkan kualitas dari output guna memenuhi kubutuhan dan ekspektasi pelanggan.
Untuk melakukan pengawasan kualitas produk yang dihasilkan tidak melebihi batas toleransi yang ditetapkan oleh perusahaan. Untuk mengevaluasi tingkat kerusakan produk perlu dilakukan pengawasan kualitas dengan menentukan batas toleransi kerusakan produk. Dari batas toleransi tersebut akan dapat diketahui kapan terjadinya kerusakan yang melebehi batas toleransi pada saat produksi, dan kemudian mencari penyebab terjadinya tingkat kerusakan produk yang melebihi dari toleransi kerusakan produk yang telah ditetapkan. Menurut Vincent (1998) kerusakan produk dapat disebabkan oleh dua hal yaitu sebab khusus dan sebab yang bersifat umum. Penyebab khusus dapat bersumber dari faktor-faktor : manusia, peralatan, material, lingkungan kerja dan metode kerja. Penyebab khusus ini mengambil pola-pola non acak sehingga dapat diidentifikasi/ditemukan, sebab mereka tidak selalu aktif dalam proses tetapi memiliki pengaruh yang lebih kuat pada proses sehingga menimbulkan variasi. Sedangkan penyebab umum merupakan penyebab sistem karena penyebab ini selalu melekat pada sistem, untuk menghilangkan harus menelusuri elemen-elemen dalam sistem itu dan hanya pihak manajeman yang dapat memperbaikinya karena pihak manajemen yang mengendalikan sistem itu. Dengan evaluasi tersebut juga akan dapat digunakan untuk melakukan kegiatan produksi berikutnya, agar kesalahan tidak terulang kembali dan kerusakan tidak lebih dari batas yang ditetapkan.
Untuk melakukan pengawasan kualitas digunakan metode statistik quality control. Metode SQC tersebut ada beberapa cara dengan menggunakan P chart, X chart dan R chart. Metode tersebut digunakan tergantung dari tujuan dalam pemeriksaan. Bila dalam pemeriksaan mengamati suatu produk mengatakan ini diterima atau ditolak berarti berkepentingan dengan attributes. Sedangkan bila mengukur berapa banyak, berapa tebal dan berapa kelilingnya dan seterusnya berarti berkepentingan dengan variables (Hani, 1992)
Dengan hasil setiap hasil evaluasi tersebut akan dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam melakukan perencanaan pengendalian kualitas. Bagan pengendalian kualitas yang telah dibuat dapat digunakan sebagai pengendalian tingkat kerusakan produk, sehingga akan dapat diketahui tingkat kerusakan yang melebihi batas toleransi yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Dan sekaligus mencari penyebab kerusakan produk tersebut dengan menggunakan diagram sebab-akibat. Variabel penyebab kerusakan produk tersebut bisa diketahui varibel penyebab yang paling besar pengaruhnya terhadap tingkat kerusakan dan kemudian melakukan perbaikan untuk menghindari kesalahan yang sama yang mengakibatkan kerusakan produk. Demikian pula tingkat komitmen dan persepsi para karyawan departemen produksi produk pipa terhadap kualitas akan dapat diketahui. Dengan diketahui tingkat komitmen dan persepsi tersebut dapat digunakan sebagi pertimbangan untuk melakukan evaluasi strategi pengendalian kualitas di masa yang akan dating.

E. Langkah Melakukan Evaluasi Kualitas Pada Bagian Produksi
Dalam menghadapi persaingan yang semakin mengglobal, perusahaan dituntut untuk melakukan upaya agar mampu untuk bersaing. Untuk dapat bersaing dengan perusahaan lain maka perlu adanya evaluasi kembali atas strategi bisnis yang memprioritaskan pada kualitas. Dengan kualitas tersebut diharapkan akan dapat meningkatkan kinerja perusahaannya. Kualitas yang dimaksudkan antara lain mampu untuk memproduksi yang sesuai dengan spesifikasi dan mampu untuk memberikan kepuasan kepada konsumen dan akan dapat menentukan harga yang bersaing. Peningkatan kualitas tersebut juga tidak akan bisa tercapai tanpa melibatkan para karyawan. Pada kegiatan proses produksi agar suapaya dapat menghasilkan produk yang berkualitas (sesuai dengan spesifikasinya) akan ditentukan oleh antara lain bahan, mesin, manusia dan metode kerja. Dari ke empat hal tersebut faktor yang sangat menentukan adalah manusia karena manusia adalah faktor yang dinamis dan dapat mempengaruhi faktor yang lainnya. Untuk itu selain dari faktor bahan, mesin serta metode kerja, juga perlu untuk dilakukan penelitian tingkat komitmen para karyawan departemen produksi terhadap kualitas, serta persepsi mereka terhadap kualitas. Dengan komitmen yang tinggi dan persepsi yang sama diantara karyawan departemen produksi terhadap kualitas akan dapat mendorong tercapainya kualitas yang diharapkan.
Dalam melakukan evaluasi pengendalian kualitas perusahaan visi/misi perusahaan misalnya dibidang produksi adalah mampu untuk memproduksi produk zero deffect artinya perusahaan akan berusaha untuk jangka panjang mampu memproduksi tanpa kerusakan. Kerusakan produk yang semakin besar akan membawa dampak pada biaya produksi yang semakin besar dan pada akhirnya mempengaruhi kepuasan konsumen.
Untuk menunjang dari visi/misi perusahaan perlu menentukan standar kerusakan produk sebagai sasaran jangka pendek. Besarnya kerusakan produk ditentukan adalah maksimum misalkan tidak boleh lebih dari dua persen. Dalam penentuan standar kerusakan maksimum dua persen tersebut perlu untuk dievaluasi. Penentuan standar tersebut harus melihat kembali tantang persepsi mereka terhadap kualitas. Persepsi kualitas tersebut meliputi tiga variabel yaitu kualitas produk, kualitas karyawan dan kualitas pelayanan karyawan. Selain itu tentang komitmen karyawan departemen produksi ukuran yang digunakan adalah variabel perencanaan dan perbaikan secara kontinyu.
Standar kerusakan produk yang ditentukan perusahaan telah didukung dengan persepsi dan komitmen karyawan terhadap kualias atau belum. Selain hal tersebut juga perlu adanya pengendalian kaulitas produk, yaitu dengan cara mengidentifikasi kerusakan, mencari penyebab kerusakan dan usaha untuk melakukan perbaikan yang rusak tersebut.
Dari ukuran kualitas tersebut mengevaluasi persepsi karyawan dan para manajer terhadap kualitas dan juga mengevaluasi tingkat komitmen para karyawan dan para manajer terhadap kualitas. Hal itu perlu dilakukan jangan sampai banyak terjadi kerusakan barang yang terjadi yang dievaluasi hanya alat-altnya saja tetapi perlu juga komitmen karyawan mulai daari puncak sampai pelaksana kegiatan produksi memang sudah mempunyai komitmen yang tinggi atau belum. Mungkin bisa terjadi justru dari komitmen di tingkat manajer yang rendah terhadap komitmen dalam membangun kualitas.
Selain hal tersebut juga melakukan evaluasi tingkat kerusakan produk yang dihasilkan oleh perusahaan dan mencari penyebabnya apa yang menyebabkan kerusaan itu terjadi , bisa terjadi kerusakan karena disebabkan kualita sbahan yang digunakan tidak sesuai standar, karena keteledoran karyawan yang disebabkan kurangnya pengawasan atau karena mesin yang memang sudah tidak layak lagi atau perlu adanya penggantian atau perbaikan atau mungkin disebabkan karena pemeliharaan tehadap mesin yang rendah.
Setelah diperoleh hasil dari analisis tersebut dapat digunakan sebagai evaluasi terhadap strategi bisnis perusahan yang telah mencanangkan kebijakan mutu barang yang dihasilkan oleh perusahaan, termasuk kebijakan tingkat kerusakan barang.

F. Kesimpulan
Setiap perusahaan selalu ingin menjadikan hasil produksi yang berkualitas sesuai dengan standar yang ditentukan oleh perusahaan. Kualitas produk yang dishasilkan bisa sesuai dengan standar atau tidak harus diperhatikan juga apakah dalam menentukan standar memang sudah mendasarkan pada fasilitas dan sumberdaya yang dimiliki mendukung untuk itu. Jika sudah maka perlu melakukan evalusi terhadap kualitas yang telah dicanangkan itu bisa dicapai atau tidak. Evalausi yang dilakukan mulai dari proses produksinya, komitmen karyawan, fasilitas mesin utnuk memproduksi, pengendalian setiap produksi juga pernah dilakukan atau tidak. Dan hal pentinglagi adalah setiap adanya penyebab kerusakan setiap produk perlu segera dilakukan evaluasi dan dilakukan perbaikan secara terus menerus.






Daftar Pusataka.
Brelin, Harvey k. et. al, (1997): Focused Quality, Managing for Results, edisi terjemahan; PPM dan PT Pustaka Binawan Pressindo, Jakarta.

Eko Haryanto dan BN Marbun, (1993)., Pengendalian Mutu Terpadu; LPPM dan PT. Pustaka Bimawan Pressindo, Jakarta.

Evan, James R and William, Lensay (1996)., The Management and Control of Quality, 3th edition, West Publishing Company, Monopolis/St Paul.

Fandi Tjiptono dan Anastasia Diana, (1998)., Total Quality Management, Edisi Pertama, Andi Offset Yogyakarta.

Feigenbaum, V.A. (1983)., Total Quality Control, Third Edition, Mcgraw-Hill, Inc.

Garvin, D.A. (1983)., “Quality on Line” , Harvard Business Review.

Vincent, Gaspersz (1998)., Statistical Process Control : Penerapan Tabel-tabel Statiskal dalam Manajemen Bisnis Total; PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Hani Handoko, (1992)., Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi; Edisi Pertama; BPFE, Yogyakarta.

Madu, et.al (1996)., “An empirical assessment of the influence of quality dimensions on organizational performance”, International Journal of Production Research., Vol. 34, No 7.

Martinich, S. Joseph, (1997)., Production and Operations Management: An Applied Modern Approach, John Wiley & Son, Inc.

Mulyadi, (1998)., Total Quality Management; Edisi pertama, Adutya Media, Yogyakarta.

U.S. General Accounting Office (GAO), 1991., Management Practices: US Compantes Improve Performance Through Quality Efforts (Wasington, DC: US Government Printing Office)

Zulian Yamit, (1996): Manajemen Produksi dan Operasi Edisi Pertama, Ekonisia-UII, Yogyakarta.
(Addurl)

0 komentar:

Posting Komentar